Showing posts with label artikel. Show all posts
Showing posts with label artikel. Show all posts

Sunday, 18 January 2015

Tuhan, Maaf

24 jam adalah jatah yang sama untuk masing-masing kita. Sebagian orang mampu menyelesaikan kewajibannya dengan sempurna, sementara yang lain tertatih mengeja tugas hingga batas waktu. Yang tertatih inilah mereka yang keluar tergesa dari pagi dan tumbang di malam harinya. Aktivitas padat, mengerjakan ini dan itu. Tapi rasanya masih saja tak kunjung selesai.
—-
Tuhan, maaf kami sedang sibuk. Mengejar dunia dan melupakan-Mu. Shalat kami lalai dan terseok di akhir waktu. Ngaji apalagi, hilang di memori kapan membacanya terakhir kali. Yang kami ingat hanya jadwal padat sedari mata baru saja terjaga pagi. Selalu saja pada akhirnya, kami lelah mengejar dunia. Yang tak sudah-sudah. Apa mungkin, ini tandanya berkurang berkah?
—-
Ah, na’udzubillah.

Sunday, 23 November 2014

Jembatan Memahami

Inti dari sebuah komunikasi adalah antar pihak saling memahami. Perihal bahasa nomor sekian lah ya.

Nah makanya, kalau kita melihat ekspresi orang tua, saudara atau teman dengan berupa-rupa garis muka, identifikasi segera. Apa itu pertanda itu ceria atau full beban, mungkin itu salah satu caranya berkomunikasi dengan ngasih semangat atau minta disemangati. Dia ga perlu berteriak dulu kan supaya kita paham, hehe.

Intinya belajar peka. Susah ya? Heem.

#cmiiw

Perihal Kritik

Belakangan ini saya sedang berada dalam lingkungan orang-orang yang sedang menghadapi fase tekanan kerja yang tinggi. Maka konflik amat rentan terjadi. Kalimat yang terlontar bisa rupa-rupa. Mulai biasa, semangat, saran atau kritik.

Hmm, menurut saya lebih baik kita mengurangi tendensi "menyalahkan". Bukankah urgensi kritik itu MEMBANGUN, bukan melemahkan? Sedikit banyak kritik akan mempengaruhi psikis masing-masing pribadi dalam lingkungan itu. Kalau memang untuk membangun, sampaikan kritik tersebut ke divisi/ personal yg terkait supaya tepat sasaran. Karena terkadang, kritik itu akan membuka aib dan itu tidak mengenakkan.

Kini kita saling "memanaskan" kerja. Jadi mari saling melapangkan dada saat mengkritik dan dikritik. Semoga ada semangat untuk saling menghebatkan ya :)

Salam cinta,
Fildzah Amalya

Thursday, 10 January 2013

Catatan Kecil 142: [Keresahan] tentang Ukhuwah kita hari ini


Kawan, kemarilah sejenak
Sejenak saja
Kemarilah, ada yang ingin kusampaikan padamu

Kawan, 
Aku rindu masa-masa itu
Saat ukhuwah tak lagi dipertanyakan
Saat pemahaman selalu menjadi landasan

Kawan, 
Aku rindu masa-masa itu
Saat menjaga bukan leluasa memandang
Saat mengayomi bukan bombardir perhatian dan curhatan,
bukan juga pembelaan sepihak
Saat keakraban bukan kata-kata mesra berdalih sastra
atau bahkan senyum gelak tawa yang penuh siasat kemaksiatan
Saat koordinasi bukan berbincang ber-dua-dua-an, berlama-lama pula

Izinkan aku bertanya, kawan
Adakah yang salah dengan ukhuwah kita?
Adakah hijab kita sekarang tergeser kepentingan-kepentingan kita?

"ini penting nih!"
"nggak bisa kalau nggak kayak gini!"
"ana terpaksa harus bersikap seperti itu!"
"bukan ana yang memancing lebih dulu!"
pertanyaanku,
seberapa penting tho? seberapa darurat?
nggak bisa atau dibuat 'nggak bisa'?
seberapa terpaksa?

Izinkan aku bertanya,
Bagaimana suasana hati kita 
saat semua melebur baur menjadi satu?
Baik-baik saja kah?
Bangga, karena termakan modernitas zaman?
Menangis terisak karena hatinya sakit,
imannya terluka, nuraninya tidak terima
lalu berteriak, "Aku tak mau disakiti! Cukup!"

Ini bukan soal kultur, kawan
Sekali lagi ini bukan soal kultur
apalagi globalisasi
Ini soal keimanan
Carikan aku contoh dari Nabi
yang membenarkan fenomena ini
dengan alasan kultur Makkah dan Madinah tidak sama
Mungkin aku yang bodoh soal Siroh

Karena ikhtilah hari ini bukan hanya di dunia nyata kita
Karena ikhtilath hari ini bukan cuma di jejaring sosial dunia maya
Tapi ikhtilath hari ini merasuk dalam hati-hati kita
Teraktualisasi di lisan-lisan kita, jemari-jemari kita,
telinga-telinga kita, mata-mata kita
Karena yang ber-ikhtilath itu
HATI nya
tetapi tidak merasa karena sudah biasa

Untuk saudaraku yang tidak sepakat dengan yang kusampaikan, 
Jika ikhtilath adalah solusi ukhuwah
apalagi solusi dakwah
Semoga ada yang BERANI bertanggungjawab
Atas setiap hati yang hadir dan terlibat
Bagaimana suasana hatinya
Bagaimana rasa imannya
Dimana rasa malunya
Di jalan mana sebenarnya ia memperjuangkan dakwah

Untuk saudaraku yang bersepakat dengan ini,
Mari kita kembali ke rasa-rasa awal
Rasa-rasa awal pertama kali masuk dalam barisan ini
Yang mempersatukan kita karena iman
Bukan karena yang lain
Sehingga,jika iman kita compang-camping
Lalu apalagi yang hendak kita persatukan?

Untuk saudaraku yang tidak tergabung keduanya,
Segeralah embuat pilihan
Jangan berdiri di persimpangan jalan
Aku khawatir dirimu mundur ke belakang
Atau hilang diterkam buasnya godaan jalan keimanan

Terimakasih kawan
Engkau mau mampir sejenak kemari
Semoga tumpukan kata-kata ini
tersampaikan di tempatnya
Jika ia berguna, simpan baik-baik di kepalamu,
di kamarmu, di buku-bukumu
Kunci baik-baik di brankas hatimu
Jika ia tak berguna, buang ia di tempat sampahmu
jangan dibuang sembarangan

Sampai jumpa di Jalan Iman

--------------------------------------------------------
ditulis bukan karena merasa paling tahu dan layak memberitahu
          tetapi karena keprihatinan zaman
          menyaksikan prajurit yang gagal paham realitas medan
          bukan karena tidak pernah salah
          tetapi karena belajar dari berjuta siasat kesalahan dan pembenaran diri
          bukan tidak menyadari 'tak ada ikhwah yang tak retak'
          tetapi sadar dan taudiri, setiap yang retak harus diperbaiki, 
          bukan dibiarkan retak lalu dimaklumi
end

ditulis oleh mba Ita Roihanah, syukran ya mba :")

Thursday, 6 September 2012

tenda

Benar-benar tak terbayang sebelumnya bisa merasakan belajar di bawah tenda darurat UNICEF. Ya, pasca gempa yang melanda kota Padang 30 September 2009 silam dan membuat gedung sekolah menjadi hancur (setidaknya bangunan menjadi punya gradien dan berdasarkan standar bangunan adalah dilarang pakai).
Sempat merasakan ujian bulanan yang biasanya memang rutin dilakukan di sekolahku. Malam sebelumnya Padang memang hujan, dan alhasil air hujannya tertampung di tenda (kalau disodok airnya jadi tumpah dan berhati-hatilah kecipratan) dan nyamuk-nyamuk jadi hobi bersarang di rumput dan tanah yang jadi lantai. Well, waktu ujian itu juga sempat hujan deras, jadinya kursi ujian yang udah diatur berjarak mau gak mau mepet ke tengah.

Tahun itu aku sudah menginjak kelas XII, dan tak ada alasan UN tetap bulan Maret (untuk pertama kalinya UN bulan Maret di Indonesia). Tetaplah semangat belajar, kata guru-guruku.

Ya, Allah selalu punya cara membuat hamba-Nya belajar bersyukur.

Friday, 17 August 2012

Ini malam tarawih terakhir di Ramadhan tahun ini.
Berlalunya begitu cepat bersama gulir waktu.

Semoga Allah pertemukan kita di Ramadhan tahun depan, amiin ya Rabbal 'alamiin.

Bulan Perjuangan Bangsa Ini


Ramadhan telah menggariskan perjuangan bagi bangsa ini.
Hari ini mengingatkan pada 67 tahun silam, tepat di momen yang sama hari Jum'at kala Ramadhan, Indonesia mendeklarasikan hari merdekanya, Allahu Akbar!

Thursday, 16 August 2012

Muhasabah di Penghujung Bulan Rahmat


Bismillah.
Bersama doa para malaikat, berpendarlah bulan rahmat
Fajar hingga malamnya menunduk pada Rabb sepenuh khidmat
Menyungkur sujud dalam-dalam, tanpa penat
(Padang, Ramadhan 1433 H)


Tinggal selangkah dua hari Ramadhan pergi, lalu memberi kesempatan kita untuk mengistiqamahkan diri setelah menempuh masa pelatihan selama satu bulan. Agar terbukti semangat kita bukanlah laksana ekor tikus yang semakin lama semakin hilang, atau putus.

Menemui penghujung memaksa kita untuk menghitung pencapaian. Sayyidina 'Umar bin Khattab berkata
"Hisablah dirimu sebelum dihisab", dan timbanglah sebelum ia ditimbang. Mari sejenak merenung, menghitung diri...


Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka,
Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,
Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun),
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.
(Firman cinta Allah, Qur'an Surat Al Mu'minuun 57-61)

Bila Ramadhan momentum bulan perbaikan, sudah sejauh mana diri kita menjadi lebih baik? Berapa banyak kebiasaan buruk yang sudah berhasil kita kurangi dan hilangkan? Dan berapa banyak amalan baik yang sukses kita tambah?

Bila Ramadhan bulan pembiasaan, apakah selama sebulan ini kita sudah terbiasa menjalankan ibadah dan aktivitas kebaikan dengan tidak berat hati atau terpaksa, hingga ia menjadi sebuah kebutuhan hati?
Mari menjadi pribadi yang senantiasa merajut kebaikan! Dimana pun dan kapan pun kita berada...


Agar Ramadhan tidak begitu saja lewat, namun tentunya meninggakan kesan mendalam tentang arti perubahan. Sehingga momentum berharga yang kita dapatkan ini menjadi pembuktian berupa keistiqamahan kita pasca Ramadhan nanti. Insya Allah

NB:
the pictures above are supported by komik muslimah 
and alhamdulillah had gotten this award, jazakillah for Ukhti Dhiba :)



Ramadhan, pulkam euy!

Pulang ternyata memberiku masa rehat dari pergulatan kehidupan kampus.
Bukan untuk menghindari seluruhnya, tapi sejenak menghirup udara di tanah yang berbeda, menyelami aktivitas di luar yang biasa.

Pesantren ramadhan.
Ya, setidaknya itulah yang menjadi aktivitas keseharian sejak pulang ini. Menjadi instruktur, pemateri, kakak pendamping, motivator, penilai, pelatih drama dan apa pun yang bisa aku bantu di sini. Senang? Sangat. Bertemu dengan adik-adik yang usianya terbilang amat muda memberi warna tersendiri. Menyelami keceriaan yang tiada habis-habisnya. Kadang penat memang menghadapi polah mereka yang usil, jahil dan agak nyebelin. hehe.. Sambil membayangkan berkutatnya aku di pesantren ini bahkan hingga lima tahun berturut-turut.

But over all, I do happy with my activities nowadays. Kadang sempat juga berat rasanya meninggalkan kampung halaman dan rona-ronanya.

Dan dari sekian banyak undangan buka bersama, salah satu yang saya prioritaskan adalah bubar Graffiti. Bertemu wajah-wajah yang menemani tiga tahun kebersamaan putih abu-abu.

Tapi, nanti menghadapi tanah juangku kini di Malang. Sebuah kota dengan berjuta cerita.

Monday, 30 July 2012

Taubatnya adalah Pembuktian Cinta


Namanya Ikrimah bin Abu Jahal. Semasa kafir, ia termasuk orang terdepan yang sangat memerangi kaum muslimin. seperti ayahnya. Hingga saat terjadi Fathu Makah, Ikrimah melarikan diri keluar Mekah. Ia marah, malu, takut. Namun salah seorang bertanya pada Ikrimah dan menyuruhnya kembali ke kota kelahirannya itu dengan menjamin bahwa Rasulullah sungguh pemaaf dan tiada menaruh dendam.
Ikrimah akhirnya berbalik ke Mekah dan menemui Rasulullah. Benar, Sang Nabi memaafkannya. Ikrimah haru. Lalu tergugahlah hatinya mengucap syahadat. Lalu sambil bercucuran air mata mengatakan, “Ya Rasulullah, sebelumnya tidak ada orang yang paling kubenci kecuali engkau. Namun setelah aku bersyahadat tidak ada orang yang kini kucintai selain engkau.”
Ikrimah benar-benar menyesal akan dosanya. Setiap hari ia bertaubat, meminta ampun pada Allah dan sungguh-sungguh memperbaiki dirinya. Hingga setiap kesempatan beramal diusahakannya untuk dipenuhi. Tibalah salah satu perang Yarmuk, antara muslimin dan orang kafir. Ikrimah bersegera maju ke medan perang, bersiap menjemput syahid. Namun ia menangis pilu, “Apakah dengan syahidku nanti aku bisa menebus seluruh dosaku? Apakah Allah memperkenankanku masuk surga?”. Merasa pengorbanannya belum cukup, ia akhirnya melepas baju perangnya. Turun berlaga tanpa pakaian pelindung. Dan di sakaratul maut dengan seratus tusukan di tubuhnya, ia merintih lagi “Apakah aku bisa menebus dosa-dosaku?”.
Salah seorang sahabat yang melihatnya sekarat mendekati hendak memberi Ikrimah minum. Ia masih gusar, “Berikan air ini pada saudaraku yang lain”. Hingga syahid menjemputnya.
Begitulah seorang hamba. Raja’ dan khauf hanya pada Allah yang mendorongnya gundah pada dosa-dosanya. Bahkan syahid baginya belum lagi cukup untuk menebus. Ia bertaubat dengan, karena, dan untuk cinta pada Rabb-nya.
(Kajian Sore Ramadhan oleh Ustadz Dwi Aprianto)