Kawan, kemarilah sejenak
Sejenak saja
Kemarilah, ada yang ingin kusampaikan padamu
Kawan,
Aku rindu masa-masa itu
Saat ukhuwah tak lagi dipertanyakan
Saat pemahaman selalu menjadi landasan
Kawan,
Aku rindu masa-masa itu
Saat menjaga bukan leluasa memandang
Saat mengayomi bukan bombardir perhatian dan curhatan,
bukan juga pembelaan sepihak
Saat keakraban bukan kata-kata mesra berdalih sastra
atau bahkan senyum gelak tawa yang penuh siasat kemaksiatan
Saat koordinasi bukan berbincang ber-dua-dua-an, berlama-lama pula
Izinkan aku bertanya, kawan
Adakah yang salah dengan ukhuwah kita?
Adakah hijab kita sekarang tergeser kepentingan-kepentingan kita?
"ini penting nih!"
"nggak bisa kalau nggak kayak gini!"
"ana terpaksa harus bersikap seperti itu!"
"bukan ana yang memancing lebih dulu!"
pertanyaanku,
seberapa penting tho? seberapa darurat?
nggak bisa atau dibuat 'nggak bisa'?
seberapa terpaksa?
Izinkan aku bertanya,
Bagaimana suasana hati kita
saat semua melebur baur menjadi satu?
Baik-baik saja kah?
Bangga, karena termakan modernitas zaman?
Menangis terisak karena hatinya sakit,
imannya terluka, nuraninya tidak terima
lalu berteriak, "Aku tak mau disakiti! Cukup!"
Ini bukan soal kultur, kawan
Sekali lagi ini bukan soal kultur
apalagi globalisasi
Ini soal keimanan
Carikan aku contoh dari Nabi
yang membenarkan fenomena ini
dengan alasan kultur Makkah dan Madinah tidak sama
Mungkin aku yang bodoh soal Siroh
Karena ikhtilah hari ini bukan hanya di dunia nyata kita
Karena ikhtilath hari ini bukan cuma di jejaring sosial dunia maya
Tapi ikhtilath hari ini merasuk dalam hati-hati kita
Teraktualisasi di lisan-lisan kita, jemari-jemari kita,
telinga-telinga kita, mata-mata kita
Karena yang ber-ikhtilath itu
HATI nya
tetapi tidak merasa karena sudah biasa
Untuk saudaraku yang tidak sepakat dengan yang kusampaikan,
Jika ikhtilath adalah solusi ukhuwah
apalagi solusi dakwah
Semoga ada yang BERANI bertanggungjawab
Atas setiap hati yang hadir dan terlibat
Bagaimana suasana hatinya
Bagaimana rasa imannya
Dimana rasa malunya
Di jalan mana sebenarnya ia memperjuangkan dakwah
Untuk saudaraku yang bersepakat dengan ini,
Mari kita kembali ke rasa-rasa awal
Rasa-rasa awal pertama kali masuk dalam barisan ini
Yang mempersatukan kita karena iman
Bukan karena yang lain
Sehingga,jika iman kita compang-camping
Lalu apalagi yang hendak kita persatukan?
Untuk saudaraku yang tidak tergabung keduanya,
Segeralah embuat pilihan
Jangan berdiri di persimpangan jalan
Aku khawatir dirimu mundur ke belakang
Atau hilang diterkam buasnya godaan jalan keimanan
Terimakasih kawan
Engkau mau mampir sejenak kemari
Semoga tumpukan kata-kata ini
tersampaikan di tempatnya
Jika ia berguna, simpan baik-baik di kepalamu,
di kamarmu, di buku-bukumu
Kunci baik-baik di brankas hatimu
Jika ia tak berguna, buang ia di tempat sampahmu
jangan dibuang sembarangan
Sampai jumpa di Jalan Iman
--------------------------------------------------------
ditulis bukan karena merasa paling tahu dan layak memberitahu
tetapi karena keprihatinan zaman
menyaksikan prajurit yang gagal paham realitas medan
bukan karena tidak pernah salah
tetapi karena belajar dari berjuta siasat kesalahan dan pembenaran diri
bukan tidak menyadari 'tak ada ikhwah yang tak retak'
tetapi sadar dan taudiri, setiap yang retak harus diperbaiki,
bukan dibiarkan retak lalu dimaklumi
end
ditulis oleh mba Ita Roihanah, syukran ya mba :")
No comments:
Post a Comment