Thursday 31 March 2011

ya Allah, jagalah mereka

sungguh ya Allah,
jagalah mereka dengan segenap penjagaan-Mu,
karena dalam ketidakterpautan jarak ini,
tak kuasa bagiku merengkuh mereka.
jagalah mereka dengan sepenuh rengkuhan-Mu
hingga mereka teguh dan tak mudah runtuh.
ya Allah, jagalah mereka dengan cinta dan kasih sayang yang seluas langit dan bumi-Mu.
kuatkanlah mereka,
teguhkanlah iman di dada mereka,

jagalah mereka,
lindungilah mereka.

(untuk orang-orang tercinta yang membuatku kuat, semoga Allah selalu menguatkan kalian...
ibu, ayah, dan adik-adikku...)


*dan tenangkahlah aku duhai Rabb-ku, untuk menata gundah dan cemas yang berkecamuk.
sungguh aku berselindung kepada-Mu duhai Rabb-ku dari godaan syaithan yang terkutuk.
a'udzubillahiminassyaithaanirrajiim

Wednesday 30 March 2011

Tentang Fokus

“Allah menyukai hamba-Nya yang memilih sebuah pekerjaan dan menekuninya.”

Saturday 26 March 2011

catatan sabtu pekan ini

hari ini tak libur lagi.
Ada acara ASTROSIT (Amazing Sister-Brother of LSIM) untuk Bronis angkatan 13, sebagai ajang berbagi info lomba dan proker LSIM satu tahun ke depan... *by the way, saat game di waktu acara tadi, aku menjelma menjadi salah satu dari tujuh mafia yang terpilih dari seratus lebih bronis... seru, haha*

Siangnya, dilanjutkan dengan Rapat Besar (Rabes) PENMAS 2011. Menurut estimasi waktu Rabes, rapat kali ini akan berjalan seperti "dikejar hantu" alias super cepat. Hingga setiap Sie diberi kesempatan untuk mempresentasikan progress, timeline dan perkenalan staff dalam waktu 4 menit. Ya, 4 menit saja.
Tapi dalam pelaksanaannya, alhamdulillah rapat ini berjalan lancar. Meski presentasi agak terburu-buru, poin-poin presentasi menjadi lebih jelas dan ga melebar kemana-mana. Forum diskusi juga lebih aktif dan hidup, lebih baik dibannding Rabes pertama lalu. Beberapa tanggapan dan penjabaran problema yang sedang dan akan dihadapi dipikirkan bersama guna meraih solusi yang aplikatif. Lagi, Sie Pembinaan Medis (Pemdis) sebagai Sie yang aku "pegang" menjadi salah satu topik yang banyak ditanggapi, terutama tentang Kuliah Pakar. Dan disinilah aku bisa menjabarkan tentang perencanaan yang kami buat. (Sie Pemdis! Sikat habiis...) Terima kasih untuk semua rekan yang telah memberi kritik dan saran yang membangun guna melancarkan acara PENMAS kita.

PENMAS 2011!
Satu jiwa, kebersamaan, menitih langkah pengabdian. Victory!

Thursday 24 March 2011

Armada, Cinta, dan Keluarga

tiba-tiba jadi ingat armada.. (sebutan buat kelompok ospek di FKUB, dulu namanya keluarga). Dan akhirnya posting tentang puisi yang dibuat tahun lalu..

- karena sebenarnya kebersamaan kita adalah untuk seterusnya... -

(aku menjelma dari pulau yang berbeda
dan begitu pula engkau.
disini mulanya asing
hingga,
aku dipilihkan dalam sebuah armada
yang kelaknya membuatku
mencintai mereka...)

ARMADA
"kitalah armada masa depan yang akan mengukir dunia
raih semua bintang dan tebarkan sinarnya
terangi dunia"
ya, kita akan meraih bintang masing-masing
di langit cita kita
bersama

CINTA
ada yang mengikat kita
untuk bersedia
menjadi 'ada' bagi yang lainnya
meski ada yang tak hafal nama
meski belum kenal lama
tapi kita saling percaya.
tanpa syarat untuk mengukir tawa
di bibir dan wajah kita

KELUARGA
ada yang meneguhkan kita
rasa memiliki
rasa dimiliki
rasa untuk menjadi ada bagi yang lain
karena kita..
keluarga.

sebuah keluarga dengan penuh cinta,
ENDOCRINOLOGY :)

Wednesday 23 March 2011

Fitrahnya Iman



Hidup bukan suatu garis linear sebagai representasi gerak lurus beraturan. Begitupun iman, kawan. Suatu saat ia naik namun di saat lainnya turun.

"Al imanu yazidu wa yanqus" (Al Hadits)

Yazidu (naik) seiring ketaqwaan dan yanqus (turun) seiring kemaksiatan. Untuk mengecek kondisi iman kita, tak perlu bertanya pada orang lain. Coba telusuri lagi, bagaimana kabar amal kita selama ini?

Mengapa iman itu fluktuatif? Karena kita manusia, bukan malaikat yang linear ketaatannya. Para malaikat tak memiliki nafsu seperti halnya manusia. Maka dengan bekal iman dan nafsu yang bila diintegrasikan ini, akan mendorong kita mencapai derajat tertinggi di sisi-Nya.

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)


Mau?

Maka berjuanglah

Ilmu itu tidak akan diperoleh dengan badan yang santai." (HR Muslim)
Adakah lagi alasan untuk berleha-leha?

Tuesday 22 March 2011

GO MIB 2011

alhamdulillah lancar :)

Hari ini Grand Opening Mentoring Intensif Bersama (GO MIB) 2011 untuk kolega angkatan 2010 telah dilaksanakan. Kali ini menghadirkan motivation trainer nasional, Dr. Arief Alamsyah Nasution, MARS yang sukses membangkitkan semangat kami untuk mengikuti mentoring....

MIB akan dilaksanakan satu kali tiap pekan untuk men-charge ilmu keagamaan dan tentunya mendekatkan masing-masing agama. Tahun ini, penilaian MIB menjadi salah satu penilaian kerohanian pra PENMAS 2011.
Untuk kolegaku, ayo kita mentoring :)

Mahasiswa FK UB? Join MIB!
"Dengan semangat religiusitas, bersama membangun generasi cerdas"

Monday 21 March 2011

Sejarah, Prestasi dan Legitimasi Cita-Cita

(dikutip dari  salah satu subbab buku Agar Ngampus tak Sekedar Status
karya Robi’ah al-Adawiyah dan Hatta Stamsuddin, 2008 yang disarikan dari makalah dengan judul yang sama karya Hatta Syamsuddin, 2003)

Prestasi Kita = Sejarah Kita
Sejarah tidak selalu melahirkan seorang tokoh besar, justru kadang sejarah lahir dari prestrasi besar yang ditorehkan seorang tokoh. Sejarah kemenangan Islam di Andalusia tidak melahirkan seorang tokoh bernama Thariq bin Ziyad dan kematangannya—dengan izin Allah—telah memasukkan Andalusia dalam catatan sejarah sebagai tanah air kejayaan Islam. Orang-orang besar dan para pahlawan yang lain demikian pula. Bagi mereka apa yang telah mereka prestasikan dan bagi kita apa yang akan kita usahakan meraihnya.

Prestasi adalah masalah ketepatan waktu. Setiap orang berhak bahkan harus me ngisi waktunya dengan prestasi-prestasi yang dapat diusahakannya. Naun, sejarah terlalu selektif dalam mencatat prestasi-prestasi tersebut. Sejarah ternyata hanya tertarik untuk mencatat prestasi-prestasi besar. Prestasi besar para pahlawan akan dengan mudah kita temukan dalam kitab-kitab besar sejarah, ensiklopedi dunia dan nostalgia heroism anak manusia. Sedangkan prestasi-prestasi kecil, tempatnya hanyalah di buku-buku autobiografi kecil, majalah-majalah temporal, atau buku-uku using di sudut perpustakaan.

Pun begitu, kita tentu tidak akan meningkirkan prestasi-prestasi kecil kita, sebagaimana sejarah ‘menyingkirkannya’. Namun merupakan suatu kebutuhan, untuk mengkaji ulang bagaimana prestasi-prestasi besar itu ditorehkan. agar ketika saatnya tiba, kita tidak terlalu shock dengan prestasi-prestasi besar yang kita capai. Shock ketika berprestasi besar hanyalah akan memunculkan sikap overconfidence.

Sebuah prestasi ditorehkan melalui proses metamorfosis yang kompleks, rumit, dan terjamin. Prestasi besar pada awalnya adalah sebuah cita-cita, kemudian bergerak menjadi suatu target yang termotivasi (azzam). Dari azzam ia menjadi satuan aktivitas kerja yang terprogram (munaddham), professional (itqan), dan sungguh-sungguh (mujahadah).

Proses selanjutnya adalah masalah timing atau ketepatan waktu. seseorang dnegan aktivitas menuju cita-citany adalah sebuah bom waktu. ia hanya menunggu waktu untuk meledakkannya. setiap prestasi besar adalah sebuah ledakan potensi seorang tokoh. ledakan itu harus sesuai dengan timing yang disepakati sejarah. jika tiadk, maka yang muncul hanyalah sebuah letupan kecil. tentunya letupan tidak sama dengan ledakan. Lagi-lagi sejarah hanya peduli dengan ledakan-ledakan besar atau dengan kata lain prestasi-prestasi besar.

Selanjutnya, apa hubungan sejarah prestasi dan legitimasi cita-cita? Sejarah prestasi para tokoh dan pahlawan, sesungguhnya bermula dari cita-cita mereka yang legitimate. COntohnya, Khalid bin Walid ra mengukir prestasi kemenangan di medan Yarmuk. Rahasianya? Singkat cerita, karena sejak kecil ia melakukan ‘survey lapangan’ di medan Yarmuk, hingga ia paham betul strategi meraih kemenangan di medan tersebut. puluhan tahun lewat, akhirnya strategi itulah yang mengantar pasukan Islam mencapai kemenangannya.

Seseorang berhak emmiliki cita-cita, naik anak kecil, oaring muda maupun tua. sebagaimana huum kekekalan energy, cita-cita tidak akan pernah habis atau hilang, namun ia hanya akan berubah bentuk menyesuaikan realita. cita-cita akan berproses dan berkembang sesuai dengan bertambahnya usia dan berubahnya zaman. Seorang anak kecil akan memulai prosesnya dnegan mencita-citakan profesi atau statusnya di tengah masyarakat (dokter, guru, tentara, bahkan presiden). Seorang pemuda akan mencita-citakan diri sesuai denga idealism da semangat heroiknya (menjadi dubes, politikus atau pengusaha sukses). Seorang dewasa yang mulai menekuni profesinya akan sedikit realistis dalam bercita-cita. Ia mulai ingin memfokuskan pada prestasi di lingkungannya (menjadi pucuk pimpinan parpol misalnya, menjadi kepala bagian di kantor atau mendirikan anak perusahaan di setiap daerah). Seorang yang telah tua, akan lebih arif dan memiliki cita-cita yag ‘sosial’/ mislanya mendirikan yayasan yatim piatu atau menulis biografinya. Begitulah cita-cita manusia secara umum. perubahan cita-cita itu dipengaruhi oleh banyak hal, di antaranya intrest pribadi (faktor internal) dan kebutuhan masyarakat (faktor eksternal).

Lalu bagaimana cita-cita yang legitimatifif? Apakah sekedar setinggi langit? Cita-cita yang legitimatif adalah cita-cita yang tepat, pada orang yang tepat, dan pada saat yang tepat pula. Sekarang coba bandingkan!
Seorang anak kecil yang bercita-cita menjadi direktur, dengan seorang mahasiswa jurusan manajemen yang juga bercita-cita sama, manakah yang lebih legitimate? kita memang berhak untuk menargetkan pada semua orang bahwa cita-cita kita adalah besar dan setinggi langit. namun tingkat legitimasi cita-cita tiap orang tentu berbeda. seseorang dengan tingkat legitimasi cita-cita yang kecil adalah ‘bagai pungguk merindukan bulan’ atau sama dengan ‘jauh panggang dari api’. Sedangkan seseorang dengan tingkat legitimasi cita-cita yang tinggi adalah sebuah bom waktu. Ia tinggal menunggu saat yang tepat untuk meledakkan prestasinya. Meledak atau tidak, sejarah akan tetap mencaatatnya. Baik sebagai pemenang dengan prestasi besarnya maupun sebagai pejuang yang gugur dalam keteguhan memperjuangkan cita-citanya. Legitimasi cita-cita adalah ‘formulir pendaftaran’ bagi yang mendaftarkan diri sebagai pahlawan, orang yang membuat prestasi besar bagi kemashalatan (kebaikan, kemanfaatan) umat di zamannya.

Kemudian bagaimana sebuah cita-cita dapat menumbuhkan legitimasinya?
Pertama: CIta-cita tersebut harus lahir dari visi yang benar
Visi bagi seorang muslim adalah aqidah, falsafah dan ideologinya dalam beraktivitas. Visi islami yang jelas dan benar hanya akan terbentuk oleh sebuah pemahaman aqidah dan keimanan yang lurus. Apakah visi yang maksimal dari seorang muslim? Jawabannya singkat, padan dan berat, yaitu ridha Allah SWT. Visi inilah yang akan mengarahkan setiap aktivitas, pemikiran bahkan cita-citanya. Seorang muslim dengan visi yang benar, akan mempunyai cita-cita yang tidak kontraproduktif terhadap visi terbesarnya. Dengan demikian, setiap cita-cita yang menjauhkan pemiliknya dari ridha Allah secara otomatis menjadi tidak legitimatif.

Kedua: Cita-cita itu harus sesuatu yang besar dan agung
Setiap orang berhak menentukan cita-cita, besar maupun kecil. Namun, kita di sini akan memandang dari perspektif sejarah peradaban dunia dan manusia. Sekali lagi, sejarah ternyata hanya peduli dengan prestasi-prestasi besar. Sejarah ‘terlalu sombong’ untuk disibukkan dengan prestasi-prestasi kecil. Lalu apakah sejarah tidak adil? Tidak! Sejarah cukup adil dengan mendokumentasikan seseorang sesuai dengan prestasi yang diukirnya. Jika prestasi tersebut kecil, sejarah tentu akan menghilangkannya atau cukup mewakilkan pada sejarah yang lebih sempit untuk mencatatnya. Kita sedang berbicara ‘sejarah peradaban manusia’ yang hanya peduli dengan prestasi-prestasi besar dan agung. Prestasi besar muncul dari ciita-cita yang agung pula. Cita-cita yang kecil kalaupun terealisasi tidak akan mengubah perjalanan sejarah. Jadi, cita-cita menjadi legitimate apabila realisasi cita-cita tersebut dapat mengubah irama sejarah! Contohnya, bandingkanlah cita-cita membebaskan Masjid al-Aqsa dari genggaman Yahudi dengan cita-cita membangun masjid megah di kampong. Mana yang lebih besar dan agung? Mana yang dapat mengubah sejarah? Jadi, mengapa kita tidak membuat cita-cita besar dan agung untuk merubah irama sejarah kehidupan kita?

Ketiga: Cita-cita itu harus jelas dan dapat didefinisikan
Cita-cita tidak sama dengan mimpi. Bukan pula angan-anagn. Meskipun kadangkala cita-cita itu merupakan metamorphosis dari keduanya. Pada awalnya cita-cita berupa impian kemudian berubah menjadi angan-angan. Dari impian menjadi cita-cita. Namun, cita-cita menjadi tidak legitimatif jika masih dalam tahap impian dan angan-angan.
Salah satu ciri tahapan impian dan angan-angan adalah ketidakjelasan! Seseorang yang bermimpi akan mengatakan, ‘Saya ingin memiliki mobil dan rumah mewah”. Sedangkan orang yang bercita-cita akan megatakan, “Saya akan mendirikan perusahaan elektronik terbesar di negeri ini.” Bandingkan dengan perkataan kedua, manakah cita-cita yang bisa merangkum semuanya? Otomatis dengan hal itu ia bisa mendapatkan mobil dan rumah mewah sekaligus, bukankah begitu?
Kejelasan sebuah cit-cita sangat diperlukan untuk menentukantingkat legitimasi cita-cita tersebut. Lihatlah salah seorang sahabat dalam sebuah peperangan. Ketika ditanya oleh Rasulullah saw tentang cita-citanya maka ia menjawab dengan jelas dan mantap, “Saya ingin syahid dengan tombak tertancap di kerongkonganku ini.” Dan cita-citanya yang jelas itu –dengan izin Alla swt- dapat terealisasikan. Cita–cita yang terharus mempunyai titik penekanan yang jelas dan tidak mengandung penafsiran. Cita-cita yang terlalu luas adalah bentuk lain dari angan-anagn dan impian, dan hal tersebut dapat juga mengindikasikan keragu-raguan seseorang dalam menentukan cita-citanya.

Keempat: Cita-cita harus seimbang antara  sejarah potensi dan kemampuan diri
Cita-cita sebesar dan seagung apapun, tidak akan legitimate jika tidak sesuai dengan sejarah potensi dan kemampuan seseorang. Contohnya, Khalid bin Walid, panglima terbesar dalam sejarah Islam, ternyata mempunyai sejarah dan potensi besar dalam bidang militer. Begitu juga kecerdasan dan keberanian Umar bin Khattab ra. Rasulullah saw pun secara tersirat mengatakan bahwa yang terbaik di antara kaumnya di masa jahiliyah adalah yang terbaik di masa Islam. Ini adalah pengakuan Rasulullah saw terhadap kekuatan potensi diri setiap orang yang berbeda-beda. Jika kita mengkaji sejarah para tokoh, kita akan mendapatkan mereka memiliki sejarah potensi dan kemampuan yang realistis di masa lalunya. Setiap orang yang berpotensi besar di dunia ini pasti telah merintis prestasi-prestasi kecil sebelumnya.

Kelima: Cita-cita harus efektif, diukur dari tiga hal:
keikhlasan, karena sebuah cita-cita yang tak diawali dengan keikhlasan ketika terealisasi tidak akan mendapat apresiasi apapun dari allah swt, meskipun sejarah mencatatnya.
tingkat kebutuhan masyarakat, karena cita-cita yang efektif harus mampu menjawah kebutuhan masyarakat. Dengan demikian cita-cita akan member kemashalatan sebesar-besarnya.
strategi perealisasian, dengan menjabarkan cita-cita dalam strategi pencapaian yang bertahap, jelas dan terarah.

Ternyata bercita-cita dan berprestasi adalah suatu yang niscaya kan? Dan tidak hanya ‘setinggi langit’, namun legitimate dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentunya hal ini pula harapannya bahwa dengan menempuh pendidikan yang lebih tinggi semestinya kita mulai merencanakan dan memperjuangkan cita-cita dan sejarah kita.

Saturday 19 March 2011

Nakatomi-san, daijoubu?


Sudah seminggu lebih sehari peristiwa itu terjadi..
Tepat 11 Maret 2011 yang lalu, tsunami menghantam negeri Sakura dan meluluhlantakkan bagian timur pulau Honshu...


Jadilah aku langsung teringat host family-ku di Jepang, Nakatomi's. Dua hari homestay sudah cukup membuat kami seperti keluarga yang akhirnya membuat kami saling menagis haru saat perpisahan Juli 2009 silam. Okasan (mother) dan otosan (father) -begitulah aku memanggil kedua orangtua angkatku-, hanya tinggal berdua di rumah mereka di Hakodate si kota cumi-cumi, Hokkaido (pulau di utara Jepang... Nah, pulau Honshu itu letaknya di selatan Hokkaido). Sedangkan satu-satunya putra mereka tinggal dengan istri dan anaknya di rumah yang lain. Mereka tak bisa berbahasa Inggris, namun amat fasih berbahasa Jepang dan Cina. Itu alasannya, saat home stay komunikasi di antara kami menggunakan bahasa tarzan, gambar, mimik wajah dan satu-satu mengeja bahasa Inggris. Hmm..


Lalu pada September 2009, gempa besar mengguncang Padang. Sebagian besar kotaku hancur seketika (hingga kini, Padang masih berbenah diri membangun kotanya). Dan beberapa hari setelah itu, okasan mengirimiku surat. Isinya singkat, berbahasa Indonesia (dengan kata-kata yang diconteknya dari buku saku Indonesia-Jepang, dengan susunan grammar bahasa Indonesia yang agak berantakan, hehe). Okasan bilang, "tidak apa-apa? hati-hati". ---Terharu :') mereka masih ingat aku...--

Tapi sampai sekarang, aku masih belum bertanya kabar mereka. Ingin sekali menelfon dan mengirim email ke okasan dan otosan. Tapi entah kenapa selalu aja lupa dilindas kesibukan kuliah.. (Hontou ni gomennasai..)

POKOKNYA,
Senin depan harus KIRIM SURAT. Insya Allah

私はあなたたち欠場 :)

Tuesday 15 March 2011

Doa Penerang Hati


"Ya Allah, keluarkanlah aku dari kegelapan ragu-ragu, karuniai aku dengan sinar kefahaman, bukakanlah bagiku pintu ilmu, dan hiasilah aku dengan akhlaq yang baik dan kasih sayang. Ya Allah, sinarilah hatiku dengan cahaya hidayah-Mu seperti Engkau menerangi bumi dan langit dengan rahmat-Mu, ya Allah yang Maha Kasih Sayang..".

Monday 14 March 2011

kata(nya)

"aku tetap menjaga hati untuk agama ku, ukhti" (VMA)

Ya. Ucapannya mengingatkanku juga tuk teguh.
Jazakillah ukhti...

Belajar dari Pemandu


Ngomong-ngomong tentang sang pendaki gunung, tiba-tiba teringat sosok Edmund Hillary. Dialah orang pertama yang dikenal dunia sebagai penakluk puncak gunung tertinggi dunia, Everest.

Saat ini kita tak membahas tentang sang pendaki namun justru tentang sang pemandu Hillary yang menemani saat pendakian puncak Mt. Everest, Tenzing Norgay. Layaknya pemandu yang lain, Norgay berjalan di depan orang yang dipandunya. Hingga saat tinggal selangkah lagi mencapai puncak Everest, Norgay memberi kesempatan untuk Hillary menginjakkan kaki terlebih dahulu di puncak Everest, padahal sebagai pemandu bisa saja dia dahulu yang menyentuh puncak karena berjalannya pemandu itu memanglah di depan. Hingga kemudian dunia akan mengenal nama Norgay sebagai penakluk pertama puncak Everest. Saat ditanya mengapa, Ia justru menjawab:
"Mencapai puncak everest adalah impian hillary, bukan saya. impian saya adalah mengantarkannya sampai puncak."

Ya, bahwa ini adalah tentang 'kesediaan', tak serakah dan menang sendiri. Ada rasa bahagia yang lain dan akan terasa lebih manis, saat kita bisa membuat orang lain bahagia karena kita... :)

Friday 11 March 2011

ingat.ingat


dan teringat masa-masa putih abu-abu dulu..
Tetap semangat ya saudari-saudariku!!

Tuesday 8 March 2011

mari menguatkan

sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini telah berpadu
berkumpul dalam naungan cinta-Mu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan

engkau dan aku sama-sama berjuang
maka mohonkan pada-Nya
tiadalah kita berjuang
kecuali perjuangan dalam kebaikan

saling mengingatkan, saling menguatkan

Thursday 3 March 2011

Masa



dia berpesan
di pagi buta
dengan berupa-rupa warna
untuk narasi muda
yang tak pernah ingin tua
maka ia memilih
untuk jadi dewasa saja

Tuesday 1 March 2011

Hati


-dihempas buas gelombang, karang tetap bertahan-

jika belum saatnya, cukuplah dalam diam
menjadi karang yang kuat,
dan tenang.
lalu mohonlah Ia untuk menjaga
menjaga karang-karang kita tuk tegar bertahan

Bertahan

Sering kita mengeluh, kenapa semua terasa berat.. Sering juga kita kecewa sampai mengomel, atau bahkan mangumpat.. Nah, buka lagi qur'an kita, surat Al Humazah (masih berani buat ngedumel?)


Allah itu tahu batas kemampuan hamba-Nya dan kita tak perlu meragukan itu. Allah itu tahu bagaimana cara menguji hamba-Nya dan tugas kita adalah berbaik sangka. Allah benar-benar tahu bagaimana menguatkan kita, maka jadilah kuat karena Ia pun telah percaya kita bisa. Kita datang untuk berjuang, bukan untuk tunduk menyerah lalu berkata "aku tidak bisa".


Jika masalah semakin menyesak dada, maka hirup lagi udara dengan perlahan, perbanyak istighfar. Mungkin ini terjadi bukan karena kita tidak mampu, tapi karena kita kurang bersyukur.


Bukankah segala udzur telah dihapus dengan firman-Nya,
"Berangkatlah dalam keadaan ringan ataupun berat.."