Namanya Ikrimah bin Abu Jahal. Semasa kafir, ia termasuk orang terdepan yang sangat memerangi kaum muslimin. seperti ayahnya. Hingga saat terjadi Fathu Makah, Ikrimah melarikan diri keluar Mekah. Ia marah, malu, takut. Namun salah seorang bertanya pada Ikrimah dan menyuruhnya kembali ke kota kelahirannya itu dengan menjamin bahwa Rasulullah sungguh pemaaf dan tiada menaruh dendam.
Ikrimah akhirnya berbalik ke Mekah dan menemui Rasulullah. Benar, Sang Nabi memaafkannya. Ikrimah haru. Lalu tergugahlah hatinya mengucap syahadat. Lalu sambil bercucuran air mata mengatakan, “Ya Rasulullah, sebelumnya tidak ada orang yang paling kubenci kecuali engkau. Namun setelah aku bersyahadat tidak ada orang yang kini kucintai selain engkau.”
Ikrimah benar-benar menyesal akan dosanya. Setiap hari ia bertaubat, meminta ampun pada Allah dan sungguh-sungguh memperbaiki dirinya. Hingga setiap kesempatan beramal diusahakannya untuk dipenuhi. Tibalah salah satu perang Yarmuk, antara muslimin dan orang kafir. Ikrimah bersegera maju ke medan perang, bersiap menjemput syahid. Namun ia menangis pilu, “Apakah dengan syahidku nanti aku bisa menebus seluruh dosaku? Apakah Allah memperkenankanku masuk surga?”. Merasa pengorbanannya belum cukup, ia akhirnya melepas baju perangnya. Turun berlaga tanpa pakaian pelindung. Dan di sakaratul maut dengan seratus tusukan di tubuhnya, ia merintih lagi “Apakah aku bisa menebus dosa-dosaku?”.
Salah seorang sahabat yang melihatnya sekarat mendekati hendak memberi Ikrimah minum. Ia masih gusar, “Berikan air ini pada saudaraku yang lain”. Hingga syahid menjemputnya.
Begitulah seorang hamba. Raja’ dan khauf hanya pada Allah yang mendorongnya gundah pada dosa-dosanya. Bahkan syahid baginya belum lagi cukup untuk menebus. Ia bertaubat dengan, karena, dan untuk cinta pada Rabb-nya.
(Kajian Sore Ramadhan oleh Ustadz Dwi Aprianto)
No comments:
Post a Comment