Wednesday, 4 May 2011

Urgensi Pendidikan Dini Untuk Membebaskan Negeri dari Cengkeraman Korupsi

Oleh: Fadhilah Az Zahro, Fildzah Amalya, Mief Qur'anin Setyohadi
(diajukan dalam kompetisi esai debat politik IPB 2011)

Dalam berbagai event dan kegiatan, kita mengharapkan pencapaian peringkat teratas. Namun untuk “prestasi” yang satu ini amatlah memalukan, Indonesia menduduki peringkat nomor wahid paling korup dari 16 negara dengan ekonomi sentral kawasan Asia pasifik (hasil survei pelaku bisnis yang dirilis Senin, 8 Maret 2010 oleh perusahaan konsultan Political & Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hong Kong.
Memang secara nyata sudah ada payung hukum yang jelas di Indonesia dalam masalah pengentasan korupsi. Namun belum ada realisasi yang signifikan dalam pelaksanaannya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pun diadakan guna menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Karena sejatinya tindak pidana korupsi yang telah meluas selama ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tindakan individu yang menggunakan wewenang atau jabatan guna mengambil keuntungan pribadi sehingga merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala penyelewengan kekuasaan maupun penyelewengan terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan kekuatan formal (dengan alasan hukum, kekuatan senjata maupun jabatan) untuk memperkaya pribadi, keluarga, sanak saudara dan kolega.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindak korupsi bila ia menerima hadiah (dalam bentuk barang atau jasa)  dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Maka ciri yang paling menonjol dalam korupsi adalah tingkah laku yang melanggar asas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat.
Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu” yang merusak struktur pemerintahan dan penghambat utama jalannya dan pembangunan bangsa. Dalam praktiknya, korupsi sangat sukar untuk diberantas. Namun akses perbuatan korupsi ini menjadi bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup suatu kelompok masyarakat yang memakai uang dan materi sebagai standar “pembenaran” kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum politisi korup yang kaya raya menjadi golongan elit yang berkuasa dan “dihormati”. Mereka seakan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat karena ketidakberdayaan hukum di hadapan orang-orang kuat. Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam diskusi ‘Akar-akar Mafia Peradilan di Indonesia (18 Feb 2010) mengatakan bahwa, “Hampir semua pejabat itu korupsi”.
Para elit korup dengan kelihaiannya dapat mengambil uang yang bukan haknya dan memanipulasi sehingga sektor keuangannya menjadi terlihat aman dan tidak tercium oleh atasan atau bawahannya. Ditambah lagi dengan birokrasi penegakan hukum di Indonesia yang masih buruk membuat masalah korupsi semakin kompleks dan bertubi-tubi.  Ketika korupsi dilakukan oleh atasan maka secara tidak langsung juga akan dilakukan oleh bawahan, sehingga ia diibaratkan bagai cendawan di musim hujan yang menyebar dengan cepat ke seluruh lembaga atau instansi di berbagai level.
Ya, betapa bangsa ini seakan kehilangan jati diri akan esensi suatu kejujuran dan menjadi suatu hal yang disia-siakan. Saat kepentingan-kepentingan pribadi menjadi hal yang diutamakan dibanding kepentingan negeri yang diamanahkan pada pundaknya. Betapa citra mulia bangsa ini menjadi tertutupi oleh kebobrokan moral dan egoisme para koruptor dengan mengatasnamakan keadilan, dimana sumpah atas nama Tuhan bak kacang goreng yang diperjualbelikan dengan murah atas nama pembenaran berbagai kebohongan.
Mari hela nafas dalam-dalam, lalu berpikir sejenak bahwa seharusnya ini tak lagi menjadi problema yang terus-menerus diwarisi antar generasi bangsa ini. Lebih baik kita menyalakan satu lilin dibanding merutuki kegelapan, lebih baik  membuat perubahan kecil daripada memaki keadaan. Sudah saatnya, segenap elemen  bangsa mulai bercermin diri. Mulai memperbaiki pribadi, birokrasi, dan mental. Sejatinya, bukan tindakan korupsi itu yang berbahaya, namun mental korup itu sendiri. Korupsi materi, waktu, hingga integritas.
Di sinilah letak urgensi pendidikan dini dan bersama diharapkan mampu memupuk mentalitas anti-korup, untuk kemudian sedikit demi sedikit mengurangi kebobrokan yang sudah terjadi. Pendidikan antikorupsi menjadi proyek jangka panjang menuju pembentukan Indonesia baru. Program pendidikan anti korupsi dimulai dari jenjang pendidikan di sekolah-sekolah serta harus dilakukan secara bersama dan konsisten, Sehingga tumbuh kesadaran dari setiap pribadi dan selanjutnya mengembangkan kesadaran kolektif  akan pentingnya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Memang sudah saatnya dunia pendidikan  kita disentuh oleh persoalan-persoalan riil yang berlangsung di tengah-tengah  masyarakat. Ketika perilaku korupsi sudah demikian mengakar di berbagai lini kehidupan, semestinya para peserta didik yang kelak akan menjadi penentu masa depan negeri ini, diperkenalkan dengan masalah-masalah korupsi dan diajak bersama-sama memberikan sebuah pencitraan bahwa korupsi harus menjadi public enemy. Para siswa didik perlu tahu betapa berbahayanya perilaku koprusi itu sehingga mereka diharapkan memiliki filter yang amat kuat untuk tidak tergoda melakukan tindakan korup sejak dini.
Kini awalilah dengan saya, lalu kami dan selanjutnya kita. Mengapa saya? Karena saya adalah sebuah awal terjadinya tindakan dalam setiap pribadi yang menjadi tanggungjawab masing-masing individu. Mengapa kami? Karena tak cukup saya seorang untuk memperjuangkan kebenaran ini, karena tak cukup saya seorang untuk mengerahkan energi besar melawan kejahatan korupsi. Mengapa kita? Karena kami nyatanya tak cukup kuat memperjuangkan ini, kami butuh anda semua. Dan akhirnya kita bersama yang akan mengubah masa depan negara kita yang bebas dari belenggu korupsi.
Tak ada yang tak mungkin untuk Indonesia lebih baik. Bukan angan-angan kosong yang terciptakan, bukan hujatan yang terlontarkan, tetapi pemberian solusi aktif yang harus selalu diproduksi oleh para kader bangsa yang menolak korupsi tumbuh di negeri ini. Tak cukup sebagai penerus generasi bangsa, pun perlunya menjadi generasi pelurus bangsa yang akan mengembalikan lengkung-lengkung kesalahan menuju kebenaran demi kemuliaan kepribadian bangsa yang bersih dan bebas korupsi.

No comments:

Post a Comment